Berita Rosululloh

Rosululloh shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

“Umat ini akan berpecah menjadi 73 golongan, semuanya di neraka kecuali satu.” Para shohabat bertanya: “Siapakah mereka, wahai Rosululloh?” Beliau menjawab: “Golongan yang berada di atas petunjuk yang dipegang aku dan para shohabatku.”

(HR. Al-Hakim dalam Al-Mustadrok dari Abdullah bin Amr. Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam Takhrij Al-Kasyaf hal. 64: “Sanadnya hasan.”).

Wasiat Rosululloh

Rosulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

“Aku tinggalkan di antara kalian dua hal, kalian tidak akan sesat selama kalian berpegang teguh dengan keduanya: Kitabulloh dan Sunnahku, dan keduanya tidak akan berpisah hingga mendatangiku di Al-Haudh (telaga Rosululloh di hari kiamat nanti).”

Hadits Shohih, HR. Al-Hakim dalam Al-Mustadrok dari Abu Huroiroh, dibawakan dalam Jamiush-Shoghir karya Al-Imam As-Suyuthi)

Madzhab Imam Asy-Syafii

Al-Imam Asy-Syafi’i berkata:

“Jika hadits itu shohih, maka itulah madzhabku (pendapatku).”

(Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab (1/63) karya Al-Imam An-Nawawi)

Jangan Akuan semata ...

Tidaklah semua orang yang mengaku bermadzhab syafii itu benar mengikuti madzhab Al-Imam Asy-Syafii. Dan tak berguna akuan yang tidak diiringi dengan kenyataan. Sebagaimana kata seorang penyair:

“Setiap orang mengaku punya hubungan dengan Laila Namun Laila tidak membenarkannya.”

Apa Ciri Ahlussunnah?

Ibnu Katsir dalam Tafsirnya (Ar-Rum: 30-32) berkata: “Umat Islam ini berselisih di antara mereka menjadi berbagai aliran, semuanya sesat kecuali satu, yaitu ahlussunnah wal jamaah, yang memegang teguh Kitabullah dan Sunnah Rosululloh shallallahu 'alaihi wa sallam, dan memegang petunjuk generasi pertama: para shohabat, para tabiin, serta para imam kaum muslimin pada masa dulu atau belakangan.”

Imam As-Suyuthi berkata di Kitab beliau Al-Amru Bil Ittiba’ Wan Nahyu ‘An Al-Ibtida’:
“Termasuk perkara muhdatsat (baru/bid’ah dalam perkara agama) yang munkar adalah yang dilakukan sebagian ahlul hawa (syiah rafidhah dan pengikutnya) pada Hari ‘Asyura berupa berpura-pura haus, bersedih, merintih kesakitan dan perkara munkar lainnya yang baru (dengan dianggap merupakan bagian dari agama). Padahal hal-hal ini tidak disyariatkan Allah dan Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam. Tidak pula diajarkan seorang pun dari salaf atau ahlul bait atau yang lainnya. Hal ini hanyalah satu musibah pada masa awal Islam saat terbunuhnya Al-Husain bin ‘Ali radhiyallahu ‘anhuma.

Seharusnya musibah dihadapi sebagaimana dituntunkan, seperti istirja’ yang disyariatkan (mengucapkan Inna Lillahi Wa Inna Ilaihi Raji’un), juga sikap kesabaran yang indah, bukannya mengeluh, merintih kesakitan dan menyiksa diri, yang semuanya ini dibuat-buat oleh ahlul bid’ah pada hari ini. Terlebih lagi mereka (para ahlul bid’ah) menambahi perkara itu dengan kedustaan dan celaan terhadap para shahabat yang bersih, menambah-nambahi perkara-perkara lain yang dibenci Allah dan Rasul-Nya. .....
Sedangkan mengadakan acara perkumpulan untuk berkabung pada saat tertimpa musibah, maka ini bukan termasuk dari agama Islam. Bahkan itu lebih dekat kepada tradisi jahiliyyah.
Kemudian mereka malah melewatkan kesempatan berpuasa pada hari ‘asyura ini, padahal puasa ini memiliki keutamaan.
Sebagian orang mengada-adakan perkara-perkara bid’ah lain pada hari ‘asyura ini, seperti: mandi, menyemir rambut, bercelak dan bersalaman (untuk mendekatkan diri kepada Allah). Ini adalah perkara-perkara munkar bid’ah (yang diada-adakan), sandarannya hadits yang diadakan secara dusta atas nama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
Yang sunnah pada hari ‘asyura ini adalah puasa, tiada yang lain.
Dan diriwayatkan satu hadits dha’if tentang keutamaan memberikan kelapangan kepada keluarga pada hari asyura. Mungkin sebabnya adalah sikap ghuluw (berlebihan) dalam mengagungkan hari asyura dari orang-orang yang bertentangan dengan syiah rafihah. Karena syaitan berusaha memalingkan manusia dari jalan yang lurus, dan dia tidak peduli ke sisi mana orang-orang itu menempuh. Sepantasnya para ahlul bid’ah (pelaku dan tokoh kebid’ahan) untuk menjauhi perkara-perkara baru dalam agama sama sekali.”
Selesai nukilan dari Al-Imam As-Suyuthi rahimahullah.

Kesimpulan:
1. Yang disyariatkan dalam hari 10 Muharram adalah puasa asyura. Lebih bagus lagi bila didahului dengan puasa pada tanggal 9 Muharram (tasu’a).
2. Syiah rafidhah dan orang-orang yang mengikutinya, mengadakan acara bersedih (berkabung) pada hari asyura. Dan ini adalah perkara bid’ah yang munkar, wajib untuk dijauhi.
3. Sedangkan pihak yang berlawanan dengan syiah rafidhah (yaitu nawashib, atau nashibah), malah melakukan acara kegembiraan pada hari asyura. Ini juga merupakan kebid’ahan dan wajib untuk dijauhi.
4. Sedang ahlussunnah wal jamaah berada di tengah-tengah, di atas shirath al-mustaqim, tidak ekstrim. Mereka melakukan yang diajarkan Allah dan rasul-Nya dengan berpuasa pada hari asyura.

Asli dari naskah yang diterjemahkan:
بدع يوم عاشورا
ومن الأحداث المنكرة ما يفعله بعض أهل الأهواء في يوم عاشوراء من التعطش والحزن والتفجع، وغير ذلك من الأمور المنكرة المحدثة، التي لم يشرعها الله تعالى ولا رسوله، ولا أحد من السلف، لا من أهل البيت ولا من غيرهم. وإنما كانت هذه مصيبة وقعت في الزمن الأول بقتل الحسين بن علي رضي الله عنهما.
يجب أن تتلقى بما تتلقى به المصائب، من الاسترجاع المشروع، والصبر الجميل، دون الجزع والتفجع وتعذيب النفوس، الذي أحدثه أهل البدع في هذا اليوم، وضموا إلى ذلك من الكذب والوقيعة في الصحابة البُرآء أموراً أخرى مما يكرهه الله ورسوله. ...
وأما اتخاذ أيام المصائب مآتم: فهذا ليس من دين الإسلام، بل هو إلى الجاهلية أقرب. ثم فوتوا على أنفسهم صوم هذا اليوم مع ما فيه من الفضل. وأحدث بعض الناس في هذا اليوم أشياء مبتدعة: من الاغتسال، والاختضاب، والكحل، والمصافحة. وهذه أمور منكرة مبتدعة، مستندها حديث مكذوب على رسول الله صلى الله عليه وسلم. وإنما السنة صوم هذا اليوم لا غير. وقد روى في فضل التوسعة فيه على العيال حديث ضعيف، قد يكون سببه الغلو في تعظيمه من بعض النواحي لمقابلة الرافضة، فإن الشيطان يريد أن يحرف الخلق عن الصراط المستقيم، ولا يبالي إلى أي الجهتين صاروا، فينبغي للمبتدعين اجتناب المحدثات بالأصالة.

***

0 komentar

Posting Komentar

Hak Cipta @ 2009

Boleh menyalin dari blog: FatwaSyafii.wordpress.com atau FatwaSyafiiyah.blogspot.com untuk kepentingan dakwah Islam dengan mencantumkan url sumber untuk setiap artikel.

Posting Pilihan