Berita Rosululloh

Rosululloh shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

“Umat ini akan berpecah menjadi 73 golongan, semuanya di neraka kecuali satu.” Para shohabat bertanya: “Siapakah mereka, wahai Rosululloh?” Beliau menjawab: “Golongan yang berada di atas petunjuk yang dipegang aku dan para shohabatku.”

(HR. Al-Hakim dalam Al-Mustadrok dari Abdullah bin Amr. Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam Takhrij Al-Kasyaf hal. 64: “Sanadnya hasan.”).

Wasiat Rosululloh

Rosulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

“Aku tinggalkan di antara kalian dua hal, kalian tidak akan sesat selama kalian berpegang teguh dengan keduanya: Kitabulloh dan Sunnahku, dan keduanya tidak akan berpisah hingga mendatangiku di Al-Haudh (telaga Rosululloh di hari kiamat nanti).”

Hadits Shohih, HR. Al-Hakim dalam Al-Mustadrok dari Abu Huroiroh, dibawakan dalam Jamiush-Shoghir karya Al-Imam As-Suyuthi)

Madzhab Imam Asy-Syafii

Al-Imam Asy-Syafi’i berkata:

“Jika hadits itu shohih, maka itulah madzhabku (pendapatku).”

(Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab (1/63) karya Al-Imam An-Nawawi)

Jangan Akuan semata ...

Tidaklah semua orang yang mengaku bermadzhab syafii itu benar mengikuti madzhab Al-Imam Asy-Syafii. Dan tak berguna akuan yang tidak diiringi dengan kenyataan. Sebagaimana kata seorang penyair:

“Setiap orang mengaku punya hubungan dengan Laila Namun Laila tidak membenarkannya.”

Apa Ciri Ahlussunnah?

Ibnu Katsir dalam Tafsirnya (Ar-Rum: 30-32) berkata: “Umat Islam ini berselisih di antara mereka menjadi berbagai aliran, semuanya sesat kecuali satu, yaitu ahlussunnah wal jamaah, yang memegang teguh Kitabullah dan Sunnah Rosululloh shallallahu 'alaihi wa sallam, dan memegang petunjuk generasi pertama: para shohabat, para tabiin, serta para imam kaum muslimin pada masa dulu atau belakangan.”


Al-Imam As-Suyuthi berkata dalam Husnul Muhadhoroh 1/339:
وقد كنت في مبادئ الطلب قرأت شيئًا في المنطق، ثم ألقى الله كراهته في قلبي، وسمعت ابن الصلاح أفتى بتحريمه فتركته لذلك فعوضني الله تعالى عنه علم الحديث الذي هو أشرف العلوم.
“Dulu pada awal menuntut ilmu, aku mempelajari sedikit ilmu mathiq, kemudian Allah menaruh kebencian terhadapnya di dalam hatiku dan aku mendengar Ibnush Sholah berfatwa tentang haromnya ilmu kalam, oleh karena itu Allah memberikan ganti untukku dengan ilmu hadits yang merupakan ilmu yang paling utama.”

Pelajaran:
1. Ini nasehat dan pelajaran bagi kita untuk meninggalkan dan menjauhi ilmu kalam mantiq.

2. Imam As-Suyuthi mengakui bahwa ilmu hadits adalah ilmu yang paling utama. Dan inilah ciri ahlussunnah -ahlul hadits- sangat memuliakan hadits-hadits Rosulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.

3. Abu Amr Ibnu Sholah sebagaimana Imam Syafii dan Imam An-Nawawi mengharamkan ilmu kalam.

4. Dalam perkataan ini, ada teladan dari Imam As-Suyuthi untuk menjalankan fatwa para ulama yang dikenal dengan kesholihan mereka dan dekat kepada ketaqwaan, tidak mengikuti orang-orang bodoh yang tidak jelas landasan hukumnya dari Al-Qur’an dan As-Sunnah.

5. Memahami Islam yang benar itu berdasar dengan al-qur’an, sunnah (hadits) dengan pemahaman generasi yang diturunkan wahyu padanya, yaitu generasi shohabat, lalu generasi yang mengambil ilmu dari mereka yaitu tabiin, dan generasi setelahnya yang dikenal dengan tabiut-tabiin. Dan kemudian setelahnya para ulama ahlussunnah yang dikenal mengikuti tiga generasi terbaik ini dengan baik, yang disebut salaf.

6. Tidak memahami Islam dengan perasaan dan zhon orang-orang sufi, takwilan orang-orang bodoh dalam agama, dan tidak pula dengan ilmu kalam dan pendapat akal orang-orang rasionalis, seperti di Indonesia ada kelompok sempalan Islam Liberal yang tidak beragama dengan dasar Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Wallahu a’lam.
***

Sabtu, 21 November 2009

Logika Filsafat Setiap Bangsa Berbeda-beda
Sesungguhnya logika filsafat tidak mempunyai ketentuan baku dan tidak hanya terbatas pada satu jenis logika saja. Tidaklah satu bangsa melainkan mempunyai logika yang khusus. Bangsa Persia mempunyai logika tersendiri. Bangsa Hindia mempunyai logika tersendiri. Bangsa Yunan juga demikian. Bangsa Majusi juga demikian dan begitu yang lainnya, masing-masing golongan tidak sepakat pada logika tertentu. Bahkan mereka berselisih dan berbeda dalam masalah logika, yang ini telah diketahui oleh orang-orang yang perhatian dengannya.

Kita alihkan pandangan kepada logika-logika yang berkembang di antara umat Islam. Tidaklah berjalan satu masa melainkan muncul perkara baru (yang diada-adakan) dalam agama, yang mana penganutnya menyangka bahwa itulah yang ditunjukkan oleh logika.

Manusia Sebelum Risalah Nabi Muhammad  Mengandalkan Logika

Ketika bumi mengalami jaman kegelapan (jahiliyyah) dan telah jauh manusia dari masa turunnya wahyu (sebelum diutusnya Rosululloh shallallahu 'alaihi wa sallam), ummat manusia berpecah-belah menjadi kelompok-kelompok dan golongan-golongan dalam kebathilan. Sampai-sampai tidak bisa disatukan lagi dan tidak terhitung jumlahnya kecuali oleh Allah. Mereka ini kehilangan cahaya kenabian dan merujuk kepada akal logika semata, sebagaimana dikatakan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ketika meriwayatkan dari Allah, bahwa Dia berkata:
إِنِّي خَلَقْتُ عِبَادِي حُنَفَاءَ كُلَّهُمْ وَإِنَّهُمْ أَتَتْهُمْ الشَّيَاطِينُ فَاجْتَالَتْهُمْ عَنْ دِينِهِمْ وَحَرَّمَتْ عَلَيْهِمْ مَا أَحْلَلْتُ لَهُمْ وَأَمَرَتْهُمْ أَنْ يُشْرِكُوا بِي مَا لَمْ أُنْزِلْ بِهِ سُلْطَانًا وَإِنَّ اللَّهَ نَظَرَ إِلَى أَهْلِ الْأَرْضِ فَمَقَتَهُمْ عَرَبَهُمْ وَعَجَمَهُمْ إِلَّا بَقَايَا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ
“Sesungguhnya Aku menciptakan para hamba-Ku semuanya dalam keadaan hanif (lurus di atas tauhid). Kemudian mereka didatangi para setan, lalu mereka dibawa pergi oleh para setan dari agama mereka, sehingga para setan itu mengharamkan atas mereka apa yang Aku halalkan bagi mereka. Para setan itu memerintahkan agar mereka menyekutukan dengan-Ku sesuatu yang tidak ada keterangan yang benar tentangnya. Sesungguhnya Allah melihat kepada penduduk bumi, kemudian Allah murka kepada mereka baik bangsa arab atau non arab, selain sisa-sisa ahlil kitab (yang berpegang teguh kepada dengan agama mereka yang benar tanpa mengubah-ubah).”

Para penganut logika filsafat semuanya dimurkai Allah kecuali sisa-sisa orang yang berpegang teguh dengan wahyu. Sedang orang-orang yang meninggalkan wahyu dan mendahulukan logika filsafat mereka adalah para pengibadah berhala, salib, api, bintang, matahari, dan bulan, atau orang yang ragu dan bimbang, atau orang-orang atheis dan mengingkari adanya pencipta alam ini. Mereka ini dengan hal itu memperoleh murka Allah dan Allah berpaling dari mereka.

Cahaya Risalah pada Generasi Awal Ummat Islam
Kemudian Allah menerbitkan cahaya risalah dalam kegelapan itu sebagai lentera yang terang. Dengan risalah itu, Allah menganugerahi penduduk bumi kenikmatan pada akal-logika, hati-hati, kehidupan dunia, dan kehidupan akhirat mereka, yang tidak mungkin dibalas dengan rasa syukur mereka. Sehingga mereka bisa melihat dengan cahaya wahyu petunjuk yang tidak bisa dilihat dengan akal-logika mereka. Mereka melihat dengan cahaya risalah petunjuk yang tidak bisa mereka lihat dengan ro’yu-ro’yu (pikiran-pikiran) mereka.

Hal ini sebagaimana firman Allah ta’ala:
{اللَّهُ وَلِيُّ الَّذِينَ آمَنُوا يُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ}
Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman).

Allah juga berfirman:
{الر كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ لِتُخْرِجَ النَّاسَ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ بِإِذْنِ رَبِّهِمْ إِلَى صِرَاطِ الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ}
Alif, laam raa. (Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji.

Allah juga berfirman:
{وَكَذَلِكَ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ رُوحاً مِنْ أَمْرِنَا مَا كُنْتَ تَدْرِي مَا الْكِتَابُ وَلا الْأِيمَانُ وَلَكِنْ جَعَلْنَاهُ نُوراً نَهْدِي بِهِ مَنْ نَشَاءُ مِنْ عِبَادِنَا}
Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al Quran) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (Al Quran) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al Quran itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. (Asy-Syuro: 52)

Allah juga berfirman:
{أَوَمَنْ كَانَ مَيْتاً فَأَحْيَيْنَاهُ وَجَعَلْنَا لَهُ نُوراً يَمْشِي بِهِ فِي النَّاسِ كَمَنْ مَثَلُهُ فِي الظُّلُمَاتِ لَيْسَ بِخَارِجٍ مِنْهَا}
Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar dari padanya? (Al-An’am: 122)

Generasi pertama ummat Islam telah lewat dalam petunjuk cahaya ini, tanpa dipadamkan oleh badai hawa nafsu dan tercampur dengan kegelapan logika pikiran. Merekapun mewasiatkan orang-orang yang sesudah mereka agar tidak berpisah dengan cahaya risalah yang diperoleh dari mereka dan agar tidak keluar dari jalan mereka.

Firqoh-Firqoh Sesat Yang Muncul Karena Salah Memahami Wahyu

Ketika pada akhir masa generasi pertama muncullah firqoh-firqoh sesat syiah, khowarij, al-qodariyah, dan al-murjiah. Mereka ini jauh dari cahaya yang digunakan oleh generasi awal ummat ini. Namun, meskipun demikian, mereka ini tidak meninggalkan cahaya risalah itu sama sekali, bahkan mereka masih mengagungkan nas-nas al-qur’an dan as-sunnah, dan beristidlal dengannya. Keduanya masih didahulukan daripada logika dan hasil pikiran.

Mereka tidak membiarkan seorangpun dari mereka ini mempunyai logika yang menentang nas-nas wahyu. Namun kesesatan mereka itu berasal pemahaman yang jelek terhadap wahyu dan tidak mengikuti petunjuk para shohabat dan kibar tabiin sebelum mereka. Para shohabat dan kibar tabiin di setiap wilayah yang mendapati mereka ini memperingatkan tentang mereka ini dan berlepas diri dari mereka ini.

Mulai Didahulukan Logika daripada Wahyu

Namun ketika telah bertambah pengikut jahmiyyah pada akhir masa tabiin, merekalah yang pertama kali menentang wahyu dengan logika. Namun mereka masih sedikit awalnya dalam keadaan terhina di sisi para imam kaum muslimin.

Orang jahmiyyah yang pertama dan guru mereka adalah Al-Ja’d bin Dirham. Dia menyembunyikan sesuatu kepada manusia karena dia adalah pengajar dan syaikhnya Marwan bin Muhammad Al-Himar (kholifah terakhir bani umayyah). Dengan ‘berkah’ gurunya ini kerajaan dan kekhalifahan Bani Umayyah sirna. Al-Ja’d menolak sifat-sifat Allah, seperti Al-Kalam dan Al-Mahabbah dan Al-Khullah.
Dan akhirnya Al-Ja’d bin Dirham ini dihukum salib oleh Gubernur Iraq waktu itu yang bernama Kholid bin Abdillah Al-Qisri.

Kemudian bid’ah itu padam. Dan kaum muslimin waktu itu satu prinsip bahwa Allah di atas langit di atas ‘arsy-Nya, terpisah dari makhluk-Nya. Allah mempunyai sifat-sifat sempurna dan mulia. Allah mempunyai sifat al-kalam, dan mengajak bicara nabi Musa. Allah juga menampakkan kepada sebuah gunung, sehingga gunung itu hancur ...

Logika –Ilmu Kalam- Menjadi Madzhab Negara –Kekhalifahan-

Hingga sampailah pada awal abad ke-3 Hijriah, ketika kaum muslimin dipimpin khalifah Abdullah Al-Ma`mun (dari Bani ‘Abbasiyyah). Dulunya dia mencintai berbagai bidang ilmu dan majelisnya selalu diramaikan oleh para ahli kalam dari berbagai disiplin ilmu, hingga akhirnya terpengaruh dengan sebagian mereka, dan terkondisikan untuk suka dengan hal-hal yang berbau akal-logika.

Dia pun akhirnya memerintahkan penerjemahan buku-buku sesat Yunani, dan mendatangkan para penerjemah dari berbagai negeri. Hingga terciptalah terjemahan dalam bahasa Arab.

Akibatnya kaum muslimin disibukkan dengan (membaca) buku-buku sesat tersebut. Sedangkan Al-Ma`mun sendiri, yang memprakarsai program tersebut, semakin larut dan terbawa buku-buku sesat itu hingga majelisnya pun didominasi sekumpulan Jahmiyyah (yang banyak mengandalkan akal dalam memahami agama) yang justru pada masa pemerintahan bapaknya Harun Ar-Rosyid, mereka ini merupakan buronan. Ada yang tertangkap kemudian dipenjara, dan ada pula yang dibunuh.

Orang-orang inilah yang meracuni dan membisikkan bid’ah Jahmiyyah ke telinga dan hati Al-Ma`mun, hingga dia menerima bid’ah itu dan menganggapnya sebagai kebaikan. Bahkan dia ajak manusia kepada bid’ah tersebut dan menghukum siapa saja yang tidak menyambut ajakannya.
Kemudian tak berselang lama, dia digantikan oleh Al-Mu’tashim. Dialah yang melanjutkan perbuatan Al-Makmun, bahkan dialah yang menyiksa Imam Ahmad karena tidak mau mengikuti pemikiran ini. ...
Begitulah seterusnya sampai dilanjutkan oleh Al-Watsiq....
(Ash-Shawa’iq Al-Mursalah, 1/148)
Begitulah ilmu kalam yang awalnya ada pada ummat Islam secara sembunyi-sembunyi, kemudian dilariskan oleh para tokoh penyesat dan penguasa, sehingga sampai sekarang sudah dianggap sebagai perkara yang tidak tabu lagi. Bahkan secara terang-terangan dijarkan di kalangan kaum muslimin, yang mengaku sebagai pendidikan tinggi agama Islam. Padahal ilmu kalam bukanlah dari Islam.

Para pembaca, dari keterangan di atas dapatlah diambil pelajaran yang sangat berharga bahwa buku-buku sesat sangat berbahaya bagi umat, merusak agama mereka, dan dapat menjerumuskan mereka ke dalam kesesatan. Sampai-sampai Al-Makmun yang ketika itu menjabat khalifah dan sejak kecil hafal Al-Qur`an menjadi sesat akibat buku-buku sesat Yunani Kuno dan buku-buku sesat karya tokoh-tokoh Jahmiyyah di masanya.

Beberapa kesimpulan:
1. Ilmu kalam bukanlah berasal dari agama Islam.
2. Hati-hati dari buku ilmu kalam, ia menjadi efektif yang digunakan musuh-musuh Islam untuk merusak agama umat dan menyesatkan mereka dari jalan kebenaran.
3. Hati-hati dari buku-buku sesat secara umum, karena akan merusak agama umat Islam.
4. Kembali memahami agama dengan pemahaman generasi awal yang terbaik (shohabat, tabiin, dan tabiut-tabiin), serta pemahaman para ulama ahlussunnah wal jamaah –yang berpegang dengan Al-Qur’an dan Sunnah dengan pemahaman generasi awal terbaik ummat Islam.

***

Selasa, 10 November 2009

Ilmu kalam yang mengandalkan logika daripada Al-Qur’an dan As-Sunnah itu berasal dari luar Islam. Kemudian masuk tersebar ke kalangan kaum muslimin dengan perantaraan masuknya terjemahan buku-buku filsafat Yunani pada masa Al-Ma’mun dari Pulau Ciprus yang berada di bawah kekuasaan Romawi Timur waktu itu. Sehingga dari itu tersebarlah ilmu kalam, apalagi ilmu kalam dipegang sebagai madzhab negara sejak masa Kholifah Al-Ma’mun sampai Al-Watsiq, bahkan orang-orang dipaksa dengan hal itu. Bila tidak mereka dibunuh atau dipenjara atau dihukum dengan hukuman lainnya.


Imam Adz-Dzahabi Asy-Syafii tentang Penyebaran Ilmu Kalam:
Beliau berkata di dalam As-Siyar (11/236):
كان الناس أمة واحدة، ودينهم قائما في خلافة أبي بكر وعمر.
فلما استشهد قفل باب الفتنة عمر رضي الله عنه، وانكسر الباب، قام رؤوس الشر على الشهيد عثمان حتى ذبح صبرا.
وتفرقت الكلمة وتمت وقعة الجمل، ثم وقعة صفين.
فظهرت الخوارج، وكفرت سادة الصحابة، ثم ظهرت الروافض والنواصب.
وفي آخر زمن الصحابة ظهرت القدرية، ثم ظهرت المعتزلة بالبصرة، والجهمية والمجسمة بخراسان في أثناء عصر التابعين مع ظهور السنة وأهلها إلى بعد المئتين، فظهر المأمون الخليفة - وكان ذكيا متكلما، له نظر في المعقول - فاستجلب كتب الاوائل، وعرب حكمة اليونان، وقام في ذلك وقعد، وخب ووضع، ورفعت الجهمية والمعتزلة رؤوسها، بل والشيعة، فإنه كان كذلك.
وآل به الحال إلى أن حمل الامة على القول بخلق القرآن، وامتحن العلماء، فلم يمهل.
وهلك لعامه، وخلى بعده شرا وبلاء في الدين.
فإن الامة ما زالت على أن القرآن العظيم كلام الله تعالى ووحيه وتنزيله، لا يعرفون غير ذلك، حتى نبغ لهم القول بأنه كلام الله مخلوق مجعول، وأنه إنما يضاف إلى الله تعالى إضافة تشريف، كبيت الله، وناقة الله.
فأنكر ذلك العلماء.
ولم تكن الجمهية يظهرون في دولة المهدي والرشيد والامين فلما ولي المأمون، كان منهم، وأظهر المقالة.
روى أحمد بن إبراهيم الدورقي، عن محمد بن نوح: أن الرشيد، قال: بلغني أن بشر بن غياث المريسي، يقول: القرآن مخلوق، فلله علي إن أظفرني به، لاقتلنه.
قال الدورقي: وكان متواريا أيام الرشيد فلما مات الرشيد، ظهر، ودعا إلى الضلالة.

“Dulu kaum muslimin satu padu, agama mereka tegak di masa kekhalifahan Abu Bakr dan Umar. Namun ketika Umar meninggal secara syahid (karena dibunuh), terbukalah pintu fitnah setelahnya. Bangkitlah para tokoh kejelekan yang memberontak kepada Utsman bin Affan sampai membunuh beliau tanpa perlawanan.

Kemudian terpecah-belah persatuan kaum muslimin, dan terjadi Perang Al-Jamal dan Perang Shiffin. Muncullah Khowarij yang mengkafirkan para tokoh shohabat. Kemudian muncullah Syiah Rofidhoh dan Nashibah.

Pada akhir masa shohabat muncullah Al-Qodariyyah, kemudian muncullah Al-Mu’tazilah di Bashroh, dan Al-Jahmiyyah serta Al-Mujassimah di Khurosan pada pertengahan masa tabiin. Meskipun begitu, sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan orang yang memegangnya tetap nampak jelas sampai setelah tahun 200-an.

Kemudian muncul Kholifah Al-Makmun. Dia dulunya adalah orang yang cerdas dan ahli kalam. Dia mempunyai perhatian dengan masalah logika. Kemudian dia mendatangkan buku-buku orang-orang dulu dan menerjemahkan filsafat manthiq Yunani. Dia semakin tenggelam dan larut dalam hal itu. sehingga Al-Jahmiyyah dan Al-Mu’tazilah menampakkan kepalanya, bahkan syiah juga demikian.

Bahkan keadaannya berubah, sampai Al-Makmun memaksa ummat Islam untuk berpendapat bahwa Al-Qur’an itu makhluk. Dia juga menguji para ulama dan tidak memberi tenggang.

Kemudian Al-Makmun meninggal pada tahun itu, tetapi dia meninggalkan kepada orang yang setelahnya kejelekan dan musibah dalam perkara agama. Karena dulunya ummat Islam senantiasa di atas prinsip bahwa Al-Qur’an adalah kalamullah, wahyu-Nya dan diturunkan oleh Allah. Mereka tidak mengetahui selain hal itu, hingga Al-Makmun menyebarkan kepada mereka pendapat bahwa Al-Qur’an adalah makhluk yang dibuat dan mengatakan bahwa penisbatan Al-Qur’an sebagai kalam (ucapan) Allah itu hanyalah sebagai bentuk pemuliaan makhluk, seperti baitullah (Rumah Allah) dan untanya Allah (unta mukjizat Nabi Sholih ‘alaihis salam). Kemudian para ulama mengingkari hal itu.

Padahal sebelumnya firqoh Al-Jahmiyyah tidak nampak di masa kekuasaan Al-Mahdi, Harun Ar-Rosyid dan Al-Amin. Namun ketika Al-Makmun berkuasa, dia menjadi golongan mereka dan menampakkan pendapat Al-Jahmiyyah.

Bahkan Ahmad bin Ibrohim Ad-Dauroqi meriwayatkan dari Muhammad bin Nuh: bahwa Harun Ar-Rosyid berkata: “Telah sampai berita kepadaku bahwa Bisyr bin Ghoyats Al-Marisi (tokoh jahmiyyah) berkata bahwa Al-Qur’an adalah makhluk. Demi Allah, wajib aku jika bisa menangkapnya untuk membunuhnya.”

Ad-Dauroqi berkata: Bisyr Al-Marisi ini sembunyi-sembunyi pada masa kekuasaan Harun Ar-Rosyid, ketika Harun Ar-Rosyid meninggal, dia muncul dan menyerukan kesesatannya.”
Selesai nukilan dari Al-Imam Adz-Dzahabi rohimahulloh.


Manusia tentunya ingin hidup bahagia, di dunia dan akhirat ini. Lalu bagaimana dia akan bisa menggapainya, padahal sebagaimana pada artikel yang telah lalu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
(( الدُّنْيَا سِجْنُ الْمُؤْمِنِ وَجَنَّةُ الْكَافِرِ))
“Dunia itu penjaranya orang yang beriman dan surganya orang kafir.” (HR. Muslim)

Dan telah lewat pada kita tentang Kisah Al-Hafizh Ibnu Hajar salah seorang ulama syafiiyah dengan seorang yahudi. Dimana beliau penuh dengan kenikmatan dan kesenangan dunia sedangkan yahudi itu berada dalam kesusahan dan penderitaan.

Intinya dengan mengikuti al-qur’an dan sunnah, niscaya manusia akan bisa menggapai kebahagiaan. Ini sebagaimana yang dinyatakan oleh Allah:
(فَإِمّا يَأْتِيَنّكُم مّنّي هُدًى فَمَنِ اتّبَعَ هُدَايَ فَلاَ يَضِلّ وَلاَ يَشْقَىَ * وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِي فَإِنّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكاً وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيامَةِ أَعْمَىَ)
“Maka jika datang kepada kalian petunjuk dari-Ku, lalu barangsiapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan sengsara. Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta". (QS. Thaha: 123-124)

Oleh karena itu, kita selama-lamanya tidak akan mendapati seorang yang paling enak pikirannya, lapang dadanya, dan sangat tenang dibanding seorang mukmin. Meskipun mukmin itu adalah seorang yang fakir miskin. Seorang mukmin adalah orang yang sangat lapang dadanya dan paling tenang.
Orang yang mengerjakan amal shalih, dari orang beriman, akan diberi kehidupan yang baik oleh Allah. Apakah kehidupan yang baik itu?

Kehidupan yang baik adalah kelapangan dada dan ketenangan hati, hingga walaupun seorang dalam keadaan sangat kesusahan, namun dia dalam keadaan tenang hatinya dan lapang dadanya. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
((عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ، إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ))
“Sungguh menakjubkan perkara orang yang beriman. Sungguh segala urusannya baik. Dan hal itu tidak diperoleh seseorang kecuali oleh orang yang beriman. Jika dia ditimpa kesusahan, dia bersabar, itu baik baginya. Jika dia ditimpa kesenangan, dia bersyukur, itu baik baginya.” (HR. Muslim)

Orang kafir bila ditimpa kesusahan, apakah dia bersabar? Tidak. Dia bersedih dan dunia terasa sempit atasnya. Bahkan mungkin dia akan bunuh diri. Tetapi seorang mukmin bersabar dan mendapati kenikmatan sabar dengan lapang dada dan tenang. Oleh karena itu terwujud kehidupan yang baik di dalam hatinya dan jiwanya.

Seorang mukmin berada dalam kebaikan, bagaimanapun keadaannya. Dialah orang yang beruntung di dunia dan akhirat.

Sedangkan orang kafir dalam keburukan. Dialah orang yang merugi di dunia dan akhirat. Orang-orang kafir itu melalaikan agama Allah. Mereka sombong dalam kemewahan dan kesenanganan dunia mereka.
Namun mereka meskipun membangun gedung-gedung megah dan gemerlap, sesungguhnya mereka hakekatnya berada dalam neraka jahim.

Adapun orang-orang yang beriman mereka merasakan kenikmatan dengan bermunajat kepada Allah dan mengingat-Nya. Mereka menerima takdir Allah. Jika mereka ditimpa kesusahan, mereka bersabar. Jika mereka ditimpa kesenangan, mereka bersyukur. Mereka dalam keadaan yang paling enak, berbeda dengan para ahli dunia. Dimana jika mereka diberi nikmat oleh Allah mereka merasa ridha, sedang bila mereka tidak diberi nikmat oleh Allah, mereka marah dan murka.
(Sumber Kitab Al-‘Ilmi dan lainnya)

Selasa, 03 November 2009

Sebagian ahli tarikh (sejarah) menceritakan:
Ibnu Hajar rahimahullah dulu adalah seorang hakim besar Mesir di masanya. Beliau jika pergi ke tempat kerjanya berangkat dengan naik kereta yang ditarik oleh kuda-kuda atau keledai-keledai dalam sebuah arak-arakan.
Pada suatu hari beliau dengan keretanya melewati seorang yahudi Mesir. Si yahudi itu adalah seorang penjual minyak. Sebagaimana kebiasaan tukang minyak, si yahudi itu pakaiannya kotor. Melihat arak-arakan itu, si yahudi itu menghadang dan menghentikannya.

Si yahudi itu berkata kepada Ibnu Hajar: “Sesungguhnya Nabi kalian berkata:
(( الدُّنْيَا سِجْنُ الْمُؤْمِنِ وَجَنَّةُ الْكَافِرِ))
Dunia itu penjaranya orang yang beriman dan surganya orang kafir. (HR. Muslim)
Namun kenapa engkau sebagai seorang beriman menjadi seorang hakim besar di Mesir, dalam arak-arakan yang mewah, dan dalam kenikmatan seperti ini. Sedang aku -yang kafir- dalam penderitaan dan kesengsaran seperti ini.”

Maka Ibnu Hajar menjawab: “Aku dengan keadaanku yang penuh dengan kemewahan dan kenimatan dunia ini bila dibandingkan dengan kenikmatan surga adalah seperti sebuah penjara. Sedang penderitaan yang kau alami di dunia ini dibandingkan dengan yang adzab neraka itu seperti sebuah surga.”

Maka si yahudi itupun kemudian langsung mengucapkan syahadat: “Asyhadu anla ilaha illallah. Wa asyhadu anna Muhammad rasulullah,” tanpa berpikir panjang langsung masuk Islam.

Subhanallah, sangat menakjubkan hadits Rosulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dalam kisah ini...

Bahan Renungan:
Imam An-Nawawi menjelaskan hadits ini: “Dunia itu penjaranya orang yang beriman dan surganya orang kafir.”
مَعْنَاهُ أَنَّ كُلّ مُؤْمِن مَسْجُون مَمْنُوع فِي الدُّنْيَا مِنْ الشَّهَوَات الْمُحَرَّمَة وَالْمَكْرُوهَة ، مُكَلَّف بِفِعْلِ الطَّاعَات الشَّاقَّة ، فَإِذَا مَاتَ اِسْتَرَاحَ مِنْ هَذَا ، وَانْقَلَبَ إِلَى مَا أَعَدَّ اللَّه تَعَالَى لَهُ مِنْ النَّعِيم الدَّائِم ، وَالرَّاحَة الْخَالِصَة مِنْ النُّقْصَان . وَأَمَّا الْكَافِر فَإِنَّمَا لَهُ مِنْ ذَلِكَ مَا حَصَّلَ فِي الدُّنْيَا مَعَ قِلَّته وَتَكْدِيره بِالْمُنَغِّصَاتِ ، فَإِذَا مَاتَ صَارَ إِلَى الْعَذَاب الدَّائِم ، وَشَقَاء الْأَبَد .
“Maknanya bahwa setiap mukmin itu dipenjara dan dilarang di dunia ini dari kesenangan-kesenangan dan syahwat-syahwat yang diharamkan dan dibenci. Dia dibebani untuk melakukan ketaatan-ketaatan yang terasa berat. Jika dia meninggal dia akan beristirahat dari hal ini. Dan dia akan berbalik kepada apa yang dijanjikan Allah berupa kenikmatan abadi dan kelapangan yang bersih dari cacat.
Sedangkan orang kafir, dia hanya akan mendapatkan dari kesenangan dunia yang dia peroleh, yang jumlahnya sedikit dan bercampur dengan keusahan dan penderitaan. Dan bila dia telah mati, dia akan pergi menuju siksaan yang abadi dan penderitaan yang selama-lamanya.”
(Syarah Shohih Muslim No. 5256)

Maka sepantasnya seorang mukmin bersabar atas hukum Allah dan ridha dengan yang ditetapkan dan ditaqdirkan oleh Allah. Semoga kita diberi taufik, kemudahan, dan al-afiat untuk menjalani kehidupan dunia ini.
(Sumber: Syarh Shohih Muslim dan lainnya)

***

Hak Cipta @ 2009

Boleh menyalin dari blog: FatwaSyafii.wordpress.com atau FatwaSyafiiyah.blogspot.com untuk kepentingan dakwah Islam dengan mencantumkan url sumber untuk setiap artikel.

Posting Pilihan