Ilmu kalam yang mengandalkan logika daripada Al-Qur’an dan As-Sunnah itu berasal dari luar Islam. Kemudian masuk tersebar ke kalangan kaum muslimin dengan perantaraan masuknya terjemahan buku-buku filsafat Yunani pada masa Al-Ma’mun dari Pulau Ciprus yang berada di bawah kekuasaan Romawi Timur waktu itu. Sehingga dari itu tersebarlah ilmu kalam, apalagi ilmu kalam dipegang sebagai madzhab negara sejak masa Kholifah Al-Ma’mun sampai Al-Watsiq, bahkan orang-orang dipaksa dengan hal itu. Bila tidak mereka dibunuh atau dipenjara atau dihukum dengan hukuman lainnya.
Imam Adz-Dzahabi Asy-Syafii tentang Penyebaran Ilmu Kalam:
Beliau berkata di dalam As-Siyar (11/236):
كان الناس أمة واحدة، ودينهم قائما في خلافة أبي بكر وعمر.
فلما استشهد قفل باب الفتنة عمر رضي الله عنه، وانكسر الباب، قام رؤوس الشر على الشهيد عثمان حتى ذبح صبرا.
وتفرقت الكلمة وتمت وقعة الجمل، ثم وقعة صفين.
فظهرت الخوارج، وكفرت سادة الصحابة، ثم ظهرت الروافض والنواصب.
وفي آخر زمن الصحابة ظهرت القدرية، ثم ظهرت المعتزلة بالبصرة، والجهمية والمجسمة بخراسان في أثناء عصر التابعين مع ظهور السنة وأهلها إلى بعد المئتين، فظهر المأمون الخليفة - وكان ذكيا متكلما، له نظر في المعقول - فاستجلب كتب الاوائل، وعرب حكمة اليونان، وقام في ذلك وقعد، وخب ووضع، ورفعت الجهمية والمعتزلة رؤوسها، بل والشيعة، فإنه كان كذلك.
وآل به الحال إلى أن حمل الامة على القول بخلق القرآن، وامتحن العلماء، فلم يمهل.
وهلك لعامه، وخلى بعده شرا وبلاء في الدين.
فإن الامة ما زالت على أن القرآن العظيم كلام الله تعالى ووحيه وتنزيله، لا يعرفون غير ذلك، حتى نبغ لهم القول بأنه كلام الله مخلوق مجعول، وأنه إنما يضاف إلى الله تعالى إضافة تشريف، كبيت الله، وناقة الله.
فأنكر ذلك العلماء.
ولم تكن الجمهية يظهرون في دولة المهدي والرشيد والامين فلما ولي المأمون، كان منهم، وأظهر المقالة.
روى أحمد بن إبراهيم الدورقي، عن محمد بن نوح: أن الرشيد، قال: بلغني أن بشر بن غياث المريسي، يقول: القرآن مخلوق، فلله علي إن أظفرني به، لاقتلنه.
قال الدورقي: وكان متواريا أيام الرشيد فلما مات الرشيد، ظهر، ودعا إلى الضلالة.
“Dulu kaum muslimin satu padu, agama mereka tegak di masa kekhalifahan Abu Bakr dan Umar. Namun ketika Umar meninggal secara syahid (karena dibunuh), terbukalah pintu fitnah setelahnya. Bangkitlah para tokoh kejelekan yang memberontak kepada Utsman bin Affan sampai membunuh beliau tanpa perlawanan.
Kemudian terpecah-belah persatuan kaum muslimin, dan terjadi Perang Al-Jamal dan Perang Shiffin. Muncullah Khowarij yang mengkafirkan para tokoh shohabat. Kemudian muncullah Syiah Rofidhoh dan Nashibah.
Pada akhir masa shohabat muncullah Al-Qodariyyah, kemudian muncullah Al-Mu’tazilah di Bashroh, dan Al-Jahmiyyah serta Al-Mujassimah di Khurosan pada pertengahan masa tabiin. Meskipun begitu, sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan orang yang memegangnya tetap nampak jelas sampai setelah tahun 200-an.
Kemudian muncul Kholifah Al-Makmun. Dia dulunya adalah orang yang cerdas dan ahli kalam. Dia mempunyai perhatian dengan masalah logika. Kemudian dia mendatangkan buku-buku orang-orang dulu dan menerjemahkan filsafat manthiq Yunani. Dia semakin tenggelam dan larut dalam hal itu. sehingga Al-Jahmiyyah dan Al-Mu’tazilah menampakkan kepalanya, bahkan syiah juga demikian.
Bahkan keadaannya berubah, sampai Al-Makmun memaksa ummat Islam untuk berpendapat bahwa Al-Qur’an itu makhluk. Dia juga menguji para ulama dan tidak memberi tenggang.
Kemudian Al-Makmun meninggal pada tahun itu, tetapi dia meninggalkan kepada orang yang setelahnya kejelekan dan musibah dalam perkara agama. Karena dulunya ummat Islam senantiasa di atas prinsip bahwa Al-Qur’an adalah kalamullah, wahyu-Nya dan diturunkan oleh Allah. Mereka tidak mengetahui selain hal itu, hingga Al-Makmun menyebarkan kepada mereka pendapat bahwa Al-Qur’an adalah makhluk yang dibuat dan mengatakan bahwa penisbatan Al-Qur’an sebagai kalam (ucapan) Allah itu hanyalah sebagai bentuk pemuliaan makhluk, seperti baitullah (Rumah Allah) dan untanya Allah (unta mukjizat Nabi Sholih ‘alaihis salam). Kemudian para ulama mengingkari hal itu.
Padahal sebelumnya firqoh Al-Jahmiyyah tidak nampak di masa kekuasaan Al-Mahdi, Harun Ar-Rosyid dan Al-Amin. Namun ketika Al-Makmun berkuasa, dia menjadi golongan mereka dan menampakkan pendapat Al-Jahmiyyah.
Bahkan Ahmad bin Ibrohim Ad-Dauroqi meriwayatkan dari Muhammad bin Nuh: bahwa Harun Ar-Rosyid berkata: “Telah sampai berita kepadaku bahwa Bisyr bin Ghoyats Al-Marisi (tokoh jahmiyyah) berkata bahwa Al-Qur’an adalah makhluk. Demi Allah, wajib aku jika bisa menangkapnya untuk membunuhnya.”
Ad-Dauroqi berkata: Bisyr Al-Marisi ini sembunyi-sembunyi pada masa kekuasaan Harun Ar-Rosyid, ketika Harun Ar-Rosyid meninggal, dia muncul dan menyerukan kesesatannya.”
Selesai nukilan dari Al-Imam Adz-Dzahabi rohimahulloh.
Selasa, 10 November 2009