Seringkali seseorang menganggap remeh kemaksiatan yang dia lakukan, dia menganggap gampang untuk meminta ampun kepada Allah. Dia tidak tahu atau lalai bahwa hal itu sangatlah berbahaya. Ada suatu titik hitam yang jika dibiarkan akan membuat seseorang terjatuh kepada yang lebih besar daripada itu.
Imam An-Nawawi rahimahullah dalam Syarh Kitab Al-Arbain dibawah hadits keenam beliau berkata:
“Kemaksiatan-kemaksiatan mengantarkan kepada kekufuran,’karena satu jiwa jika terjatuh pada sikap menyelisihi syariat, akan berjenjang dari sebuah mafsadah (kerusakan agama) kepada yang lebih besar darinya. Ini diisyaratkan oleh firman Allah:
وَيَقْتُلُونَ الْأَنْبِيَاءَ بِغَيْرِ حَقٍّ ذَلِكَ بِمَا عَصَوْا وَكَانُوا يَعْتَدُون
“Dan orang yahudi membunuh para nabi tanpa alasan yang benar. Yang demikian itu disebabkan karena mereka telah bermaksiat dan melampaui batas.” (Ali Imran: 112)
Maksudnya: bahwa mereka berjenjang dengan kemaksiatan-kemaksiatan kepada perbuatan membunuh para nabi.
Dan di dalam hadits:
لَعَنَ اللَّهُ السَّارِقَ يَسْرِقُ الْبَيْضَةَ فَتُقْطَعُ يَدُهُ وَيَسْرِقُ الْحَبْلَ فَتُقْطَعُ يَدُهُ
“Allah melaknat pencuri yang mencuri sebuah telur kemudian dihukum potong tangannya, dan juga yang mencuri satu tali kemudian dihukum potong tangannya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Yaitu: dia berjenjang dari mencuri sebuah telur dan tali, sampai mencuri sesuatu yang mencapai batas nishob (hukum potong tangan) mencuri....
Perlu diketahui bahwa setiap perkara yang diharamkan itu mempunyai batasan yang mengelilinginya. Kemaluan (berzina) adalah diharamkan, dan batasannya adalah paha ... Demikian juga berduaan dengan wanita selain mahram (dan istri) adalah batasan bagi suatu yang diharamkan. Wajib seseorang untuk menjauhi batasan itu dan perkara yang diharamkan. Perkara yang diharamkan adalah haram karena dzatnya, sedang batasan itu diharamkan karena menyeret kepada perkara yang diharamkan.”
Ibnu Hajar rahimahullah menukil Al-Khaththabi rahimahullah menjelaskan hadits di atas dalam Fathul Bari:
“Penjelasan hadits tersebut adalah celaan terhadap perbuatan mencuri dan membiasakannya serta peringatan akan akibatnya baik mencuri harta sedikit atau banyak, seakan beliau berkata: ‘Sesungguhnya mencuri sesuatu yang sepele yang tidak punya nilai seperti telur dan tali yang tidak ada nilainya, jika dia membiasakannya dan kebiasaan itu terus-menerus, dikawatirkan hal itu akan menyeret kepada perbuatan mencuri yang lebih darinya hingga mencapai batasan hukum potong tangan, sehingga tangannya dipotong.”
Teks aslinya:
وإنما وجه الحديث وتأويله ذم السرقة وتهجين أمرها وتحذير سوء مغبتها فيما قل وكثر من المال كأنه يقول إن سرقة الشيء اليسير الذي لا قيمة له كالبيضة المذرة والحبل الخلق الذي لا قيمة له إذا تعاطاه فاستمرت به العادة لم ييأس أن يؤديه ذلك إلى سرقة ما فوقها حتى يبلغ قدر ما تقطع فيه اليد فتقطع يده.
Semoga ini bisa menjadi peringatan dan nasehat bagi kita semua. Semoga kita dimudahkan oleh Allah untuk mengamalkannya. Wallahul musta’an.
***