Lanjutan ……….
Al-Imam asy-Syafii rahimahullah berkata:
فَكَانُوا قَبْلَ إنْقَاذِهِ إيَّاهُمْ بِمُحَمَّدٍ صلى الله عليه وسلم أهْلَ كُفْرٍ فِي تَفَرُّهِِمْ وَاجْتِمَاعِهِمْ، يَجْمَعُهُمْ أعْظَمُ الأمُورِ: الْكُفْرُ باللهِ وابْتِدَاعُ مَا لَمْ يَأذَنْ بِهِ اللهُ تَعَالَى عَمَّا يَقُولُونَ عُلُوًّ كَبِيرًا، لاَ إلهَ غَيرُهُ وَسُبْحَانَهُ وَبِحَمْدِهِ رَبُّ كُلِّ شَيءٍ وَ وَخَالِقُهُ
“Sebelum Ia (Allah) menyelamatkan mereka dengan Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam mereka dahulu adalah orang-orang kafir dalam perpecahan dan dalam persatuan mereka. Mereka disatukan oleh perkara terparah, yaitu: kekafiran kepada Allah dan mengada-adakan (membuat bid’ah) ajaran/tuntunan/tata cara ibadah yang tidak diijinkan oleh Allah, Maha Tinggi Allah dan amat tingginya dari apa yang mereka ucapkan. Tidak ada sesembahan (yang benar selain Dia. Dan Maha Suci Dia dan Maha Terpuji, Rabb segala sesuatu dan Penciptanya.” (Ar-Risalah: 22)
Sebenarnya telah kita sampaikan ucapan al-Imam asy-Syafii di atas pada pembahasan terdahulu (Faedah Sirah ke-2, yang berjudul Musyrikin Arab dan Kafir Non Arab sebelum Diutusnya Nabi). Namun karena sangat penting, perlu kita telaah lagi pada judul ini agar menjadikan kita lebih paham tentang agama Islam dan agama kekafiran dan kesyirikan. Terlebih di masa sekarang ini, masa dimana banyak orang yang berbicara tentang agama namun tidak memiliki pengetahuan yang layak untuk berbicara. Atau memiliki kemampuan namun memiliki misi dan visi rusak sehingga tidaklah menambah kecuali keburukan. Perbedaan antara agama Islam dan agama kekafiran dan kesyirikan pun semakin tersamar dan kabur. Wallahul musta'an.
Allah subhanahu adalah Dzat Yang Maha Berkehendak. Rahmat-Nya juga sangat luas dan pasti akan sampai kepada siapa saja yang Ia kehendaki untuk dirahmatiNya.
Salah satu karunia besar yang diberikan kepada al-Imam asy-Syafi'i adalah ibundanya yang sangat paham akan pentingnya mencari ilmu (agama). Sehingga meskipun hidup sebagai anak yatim dan ibundanya tidak memiliki harta, jadilah Muhammad bin Idris menjadi al-Imam asy-Syafi'i yang kita kenal hingga sekarang sebagai salah seorang imam besar.
Berkata al-Imam asy-Syafii rahimahullah:
كما أن للعين حدا تقف عنده كذلك للعقل حد يقف عنده
Sebagaimana mata memiliki keterbatasan yang ia pasti berhenti padanya, maka akal juga memiliki keterbatasan yang ia harus berhenti padanya. (Adabus Syafii)
Huruf-huruf hijaiyah yang ada di awal-awal surat seperti (الم) dan semisalnya ini disebut sebagai al-huruf al-muqaththa’ah. Ada 29 (dua puluh sembilan) surat yang diawali dengan huruf muqaththa’ah ini, yang pertama Surat al-Baqarah dan yang akhir Surat al-Qalam. Misalnya: ن, ص, ق, طه, يس, حم, طس, كهيعص dan lainnya.
Berikut ini akan dibawakan tentang perjalanan Imam Syafii dalam mencari ilmu.
Sebelum Imam Syafii mengadakan perjalanan menuju Imam Malik, beliau mengadakan persiapan untuk pertemuan itu. Beliau menghafal Kitab al-Muwaththa. Sebagian riwayat menjelaskan bahwa beliau menghafalnya pada umur sepuluh tahun, pada sebagian riwayat yang lain dikisahkan bahwa beliau menghafalnya pada saat umur tiga belas tahun. (Tawali at-Ta’sis hal 54)
Imam asy-Syafii mengisahkan kisah perginya kepada Imam Malik:
Imam asy-Syafii tumbuh di Gaza dalam keadaan yatim, setelah ayah beliau meninggal di sana. Sehingga beliua hidup dalam keadaan fakir miskin dan yatim, serta jauh dari kerabat. Namun semua ini tidak berpengaruh buruk kepada beliau setelah Allah memberikan taufik kepada kemudahan untuk menempuh metode yang benar.
Al-Imam An-Nawawi rahimahullah ditanya tentang shalat raghaib dan shalat nishfusy sya'ban: Apakah dua shalat itu mempunyai dasar?
Beliau menjawab: Segala puji bagi Allah, dua shalat ini tidak pernah dilakukan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, dan tidak pula oleh salah seorang shahabatnya radhiyallahu 'anhum, juga tidak dilakukan oleh salah seorang dari imam yang empat rahimahumullah, tidak pula diisyaratkan oleh salah seorang dari mereka untuk dilakukan shalat ini. Demikian juga tidak dilakukan oleh seorang ulama yang dijadikan teladan. Namun itu baru muncul pada masa-masa akhir. Melakukan dua shalat itu merupakan bid'ah yang mungkar dan perkara batil yang diada-adakan.
Dalam sebuah atsar shahih mauquf yang diriwayatkan al-Imam al-Baihaqi rahimahullah dari Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu, beliau mengisahkan ...
Ada seorang rahib ahli ibadah, mengibadahi Allah di biaranya selama enam puluh (60) tahun. Kemudian datanglah seorang wanita dan singgah di biaranya. Si rahib itu kemudian berzina dengan wanita itu selama enam malam. -Wal ’iyadzu billah-
Al-Imam al-Hafizh Abul Khaththab berkata: Yang dituduh membuat shalat raghaib adalah Abdullah bin Juhdham. Ia mengadakan shalat itu berdasar hadits yang semua perawinya tidak dikenal dan belum pernah ditemui dalam semua kitab yang ada.
Asalnya ialah apa yang diceritakan oleh at-Thurthusyi dalam kitabnya, ia berkata: Abu Muhammad al-Maqdisi mengabarkan kepadaku, katanya:
Jenis ini di antaranya banyak tersebar di sebagian besar negara-negara Islam dan kebanyakan dilakukan oleh orang-orang awam. Mengenai shalat raghaib ini, banyak dibuat hadits-hadits yang bukan bersumber dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Melalui hadits-hadits dusta bohong ini, orang meyakini sesuatu keyakinan yang tidak ada pada perkara yang diwajibkan Allah, dan dengan hadits-hadits ini terbawa pula berbagai kerusakan dan berlarut-larut dalam hal itu menimbulkan berbagai perbuatan munkar, lalu bertebaranlah bunga-bunga apinya dan tampaklah keburukannya. Diantaranya adalah shalat raghaib yang dilakukan setiap awal jumat pada bulan rajab.